Sejarah Perjuangan Terhadap Ancaman Disintegrasi Bangsa

Perjuangan Terhadap Ancaman Disintegrasi Bangsa - Bangsa indonesia memang telah memproklamasikan kemerdekaannya. Sebagai sebuah negara yang masih muda, indonesiapun tidak luput dari pemberontakan - pemberontakan di dalam negeri. Perbedaan kepentingan, idiologi, dan pendapat menjadi pemicu lahirnya berbagai gerakan yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Pemberontakan-pemberontakan tersebut adalah seperti di jelaskan di bawah ini.

1) Pemberontakan PKI Madiun
Setelah kabinet amir syarifudin jatuh, presiden menunjuk wakil presiden Moh. Hatta untuk membentuk kabinet baru. Hatta berupaya berupaya membentuk kabinet koalisi dengan mengikut sertakan semua partai politik dengan tujuan untuk menggalang persatuan nasional. Kepada kelompok sayap kiri (komunis), Hatta menawarkan 3 kursi tanpa portofolio (departemen). Tapi kelompok sayap kiri menuntut setidaknya 4 kursi termasuk jabatan menteri pertahanan - Ancaman Disintegrasi Bangsa. Permintaan ini tidak disetujui, sehingga Moh. Hatta membentuk kabinetnya tanpa sayap kiri.

Kabinet Hatta terus mendapat rongrongan dari kegiatan –kegiatan politik Fron Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Amir Syariffudin. Pada tanggal 5 juli 1948 kaum buruh berada dibawah pengaruh FDR mengadakan pemogokan di pabrik karung Delangu, Klaten. Lima hari kemudian terjadi pemberontakan dengan Serikat Tani Islam Indonesia (STII), organisasi Tani Masyumi, yang menentang pemogokan itu.

Bersamaan dengan maraknya kegiatan FDR , pada bulan Agustus 1948 seorang tokoh PKI kawakan membawa perubahan besar di gerakan komunis Indonesia. Ia menyusun doktrin bagi kekuatan komunis Indonesia yang diberi nama "Jalan Baru". Muso mengecam keras kebijakan kabinet Hatta.

Sebagai puncak agitasi PKI, pada tanggal 18 September 1948 di Madiun, tokoh PKI memploklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesia, maka pecahlah pemberontakan PKI di Madiun. Kaum pemberontak kemudian melakukan tindakan-tindakan anarkhis. Pejabat-pejabat pemerintah, perwira- perwira TNI, pemimpin- pemimpin partai, alim ulama dan golongan lain yang mereka anggap musuh, mereka bunuh secara besar-besaran. Banyak diantara mereka yang dimasukkan ke sumur sebagai kuburan massal.

Untuk memberantas pemberontakan PKI Madiun, pemerintah menetapkan Gerakan Operasi Militer (GOM) I. Pada tanggal 30 september 1948, pukul 16.15 Kota Madiun kembali dapat direbut oleh TNI. Musso pun tewas dalam insiden tembak-menembak.

Setelah pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas kedudukan PKI dan KNIP menjadi beku. Dengan hancurnya lawan politik mereka, golongan politik lainnya , yaitu gerakan Revolusi Rakyat (GRR) melakukan move politik.

2) Pemberontakkan DI/TII
Pemberontakan selanjutnya yang telah memberikan ancaman disintegrasi bangsa adalah pemberontakan yang dilakukan oleh DI/TII. Pemberontakan yang dilakukan tersebut terjadi bukan hanya disatu daerah namun terjadi pemberontakan dibeberapa daerah.

1. Pemberontakan DI/TII Jawa Barat
Gerakan ini dipimpin oleh S.M Kartosuwiryo. Pada tanggal 7 Agustus 1949 secara resmi Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Pada tanggal 25 januari 1949 tejadi kontak senjata pertama kali antara TNI dan DI/TII. Bahkan terjadi perang segitiga antara TNI-tentara Belanda- DI/TII. Upaya damai pernah dilakukan oleh Moh. Natsir (pemimpin Masyumi), tapi gagal mengajak Kartosuwiryo untuk kembali ke pangkuan RI.

Untuk menumpas gerakan DI/TII dilakukan Operasi Militer. Operasi dilakukan tanggal 27 Agustus 1949. Operasi ini menggunakan taktik 'pagar betis' dengan menggunakan tenaga rakyat yang besar. Baru setelah tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditangkap.

2. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah
Munculnya DI/TII Jawa Tengah berawal dari Majelis islam yang dipimpin Amir Fatah. Setelah mendapat pengikut yang cukup banyak Amir Fatah memproklamasikan berdirinya Darul Islam (DI) pada tanggal 23 Agustus 1949, di desa Pengarasan, Tegal. Ia menyatakan bahwa gerakannya bergabung dengan DI/TII Jawa Barat pimpinan Kartosuwiryo. 

Untuk menumpas pemberontakan ini pemerintah membentuk pasukan baru yang disebut Benteng Raiders. Dengan pasukan baru itu segera dilakukan operasi kilat yang disebut Gerakan Benteng Negara (GBN). Akhirnya dilakukan Operasi Guntur pada tahun 1954, gerombolan dapat dihancurkan, dan sisanya tercerai berai.

3. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan
Pemberontakan ini dipimpin oleh Kahar Muzakar. Bagi pemerintah RI, gerakan yang dimulai pada tahun 1951 dan baru diselesaikan tahun 1965 ini, banyak waktu, tenaga, dan biaya. Hal itu sebabkan oleh kondisi medan yang sulit namun dapat dikuasai dengan baik oleh pemberontak.

Kahar Muzakar memimpin laskar-laskar Gerilya di Sulawesi Selatan yang kemudian tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Pemerintah bermaksud membubarkan kesatuan ini dan anggotanya akan dikembalikan ke masyarakat, tapi Kahar Muzakar menolak keputusan tersebut - Perjuangan terhadap Ancaman Disintegrasi Bangsa. Ia menunutut pasukannya dimasukkan ke dalam suatu Brigade yang disebut Brigade Hasanuddin dibawah Pimpinannya. Tuntutan tersebut ditolak oleh pemerintah.

Setelah dilakukan serangkaian pendekatan, Kahar Muzakar menyatakan bersedia dilantik sebagi pejabat wakil Panglima TT VII dengan pangkat letnan kolonel. Namun, saat pelantikan akan dilakukan Kahar Muzakar melarikan diri dan membuat kekacauan. Pada tanggal 17 Agustus 1953, ia mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah melancarkan serangkaian Operasi Militer dan diadakan pencarian yang intensif. Pada tanggal 3 Febuari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditembak mati. Maka gerakan pemberontakan ini pun berakhir.

4. Pemberontakan DI/TII di Aceh
Pemimpin gerakan ini adalah Tengku Daud Beureuh. Pada tanggal 20 september 1953 ia memproklamasikan bahwa Aceh adalah bagian dari Negara Islam Indonesia Pimpinan Kartosuwiryo. Selanjutnya mereka melakukan gerakan serentak untuk menguasai kota-kota yang ada di Aceh. Mereka juga melakukan propaganda untuk memperburuk citra pemerintah RI.

Untuk memberantas pemberontakan ini pemerintah RI terpaksa menggunakan kekuatan senjata dan Operasi Militer. Selain itu TNI memberikan penerangan kepada masyarakat untuk menghindari salah paham dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintah. Ahirnya pada tanggal 17-28 Desember dilakukan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.musyawarah ini mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat dan bisa memulihkan kembali keadaan Aceh.

5. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pada bulan oktober 1950 terjadi pemberontakan kesatuan Rakyat yang Tertindas (KryT) yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Ia dalah bekas letnan dua TNI. Ia bersama KryT menyatakan diri sebagai bagian dari DI/TII Jawa Barat. Target serangan mereka adalah pos-pos TNI di wilayah tersebut.

Saat itu pemerintah memberi kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-baik. Ibnu Hajar akhirnya menyerahkan diri. Namu ternyata ia berpura-pura. Setelah mendapatkan peralatan TNI ia melarikan diri. Akhirnya pemerintah melakukan Gerakan Operasi Militer (GOM). Pada tahun 1959 Ibnu Hajar berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada 22 maret 1965.

3) Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
Gerakan ini muncul pada Januari 1950 di Jawa Barat dipimpin oleh kapten Raymond Westerling dalam dinas tentara kerajaan Belanda (KNIL). Gerakan ini memanfaatkan kepercayaan rakyat akan datangnya ratu adil. Namun, sebenarnya tujuan gerakan ini adalah:

1. Tetap berdirinya Negara Pasundan.
2. APRA sebagai tentara Negara Pasundan.

Pada tanggal 23 Januari 1950, APRA dengan bersenjata lengkap menyerbu Kota Bandung dan secara ganas membunuh TNI yang dijumpai. Gerakan ini berhasil menduduki markas divisi siliwangi.

Pemerintah RIS segera mengimkan pasukan bantuan ke Bandung. Pasukan ini mendesak APRA agar segera meninggalkan kota Bandung. Dengan bantuan penduduk APRA berhasil dilumpuhkan. Pada tanggal 22 Febuari 1950 Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.

4) Pemberontakan Andi Azis
Rongrongan lainnya terhadap pemerintahan RIS datang dari kapten Andi Azis di Makassar. Pemberontakan ini dilatarbelakangi oleh adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Hal ini disebabkan seringnya terjadi demonstrasi kelompok masyarakat yang Anti-federal untuk medesak NIT menggabungkan diri dengan RI.

Pada pukul 05.00 tanggal 15 April 1950, Kapten Andi Azis bersama pasukannya menyerang markas TNI di Makassar. Pertempuranpun terjadi. Kota Makassar berhasil dikuasai oleh penyerbu. Pemerintah pusat bertindak tegas dalam mehadapi pemberontakan ini. Pada tangga 18 April 1950 pemerintah mengeluarkan instruksi bahwa dalam waktu 4x24 jam Andi Azis harus melaporka diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang terlibat pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan. Pada saat bersamaan dikirim pasukan untuk melakukan Operasi Militer di Sulawesi Selatan.

Pada tanggal 15 April 1950 Andi Aziz telah berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh presiden NIT, Sukawati. Akan tetapi Andi Aziz terlambat melapor sehingga ia ditangkap dan diadili. Tanggal 26 April 1950 pasukan Operasi Militer tiba di Sulawesi Selatan. Dan terjadilah pertempuran antara APRIS dan pasukan KL-KNIL. Pasukan KNIL terdesak dalam peperangan ini.

Sejarah Perjuangan Terhadap Ancaman Disintegrasi Bangsa
Foto: Visiuniversal.blogspot.com


Dan akhirnya pada tanggal 8 Agustus 1950 KNIL meminta berunding. Hasil perundingan adalah kedua pihak setuju untuk menghentika peperangan, dan dalam waktu dua hari KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.

5) Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan ini dipimpin oleh MR. Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung NIT. Dipicu oleh ketidakpuasan terhadap proses kembalinya RIS ke NKRI. Pemberontakan ini melakukan teror bahkan sampai pada pembunuhan - Perjuangan Terhadap Ancaman Disintegrasi Bangsa. Soumokil menginginkan agar Maluku Selatan menjadi daerah merdeka. Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan Republik Maluku Selatan (RMS).

Pemerintah RIS berupaya mengatasi masalah ini secara damai, yaitu dengan mengirimkan misi damai yang dipimpin oleh tokoh asli Maluku, yaitu dr. Leimena, namun misi ini ditolak oleh Soumokil. Karena upaya damai mengalami jalan buntu, maka pemerintah terpaksa melakukan Operasi Militer. Ekspedisi Militer untuk menumpas Pemberontakan RMS ini disebut Gerakan Oerasi Militer (GOM) III. Lewat GOM III ini Ambon dapat dikuasai. Dengan jatuhnya Ambon maka Pemberontakan dapat dipatahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Mustopo, Habib. 2007. Sejarah 3. Jakarta: Yudhistira

MGMP Sejarah Provinsi Riau, Sejarah, Pekanbaru: Penerbit: Amara 2010.