Sejarah Berdirinya Budi Utomo

Mengenal Sejarah Singkat Berdirinya Budi Utomo - Mengingat kembali sejarah kebangkitan nasional Indonesia. kali ini kita akan membahas mengenai berdirinya organisasi Budi Utomo,yaitu sebuah organisasi yang lahir pada masa kebangkitan nasional indonesia (1908) dan didirikan oleh Dr. Sutomo dan beranggotakan oleh para mahasiswa STOVIA.

Dalam resume ini kita akan mempelajari seputar organisasi BUDI UTOMO yaitu mengenai latar belakang berdirinya, tujuannya, perkembanganya dan reaksi yang ditimbulkan dll. langsung saja kita simak penjelasan dibawah ini!

1. Latar Belakang Berdirinya Budi Utomo
Kebangkitan nasional adalah masa dimana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan republik Indonesia. Bangkitnya nasionalisme di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari bangkitnya nasionalisme di Asia yang ditandai adanya kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905. 

Sebab-sebab bangkitnya nasionalisme di Indonesia dan tumbuhnya pergerakan nasional Indonesia itu, tidak hanya dipengaruhi adanya pengaruh dari luar Indonesia saja. Namun reaksi pada masa sebelum tahun 1905 yang pernah dicetuskan dengan adanya perlawanan senjata di berbagai daerah, seperti perlawanan Pattimura, Diponegoro, Si Singamangaraja serta Hassanudin. Hal ini telah membuktikan nyata adanya semangat nasionalisme telah lam bergejolak pada adda bangsa Indonesia sebagai reaksi terhadap penderitaan lahir dan batin akibat kolonialisme.

Penderitaan lahir batin yang tak tertahankan lagi ditambah pengaruh kejadian-kejadian didalam maupun diluar tanah air yang merupakan dorongan yang mempercepat lahirnya pergerakan nasional dan titik berangkat lahirnya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 sebagai organisasi pelajar guna memajukan kepentingan-kepentingan priyayi rendah, dimana jangkauan geraknya terbatas pada penduduk Pulau Jawa dan Madura. (M.C.Ricklefs : 1998 : 249)

Lahirnya Organisasi Budi Utomo di Indonesia
Budi Utomo merupakan sebuah organisasi pelajar yang didirikan oleh Dr.Sutomo dan para mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten) yaitu Goenawan, Dr.Cipto Mangoenkeosoemo dan Soeraji serta R.T Ario Tirtokusumo, yang didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1908. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan serta tidak bersifat politik. 

Berdirinya Budi Utomo tak bisa lepas dari peran Dr. Wahidin Sudirohusodo. Walaupun bukan pendiri Budi Utomo, namun beliaulah yang telah menginspirasi Dr.Sutomo dan kawan-kawan untuk mendirikan organisasi pergerakan nasional ini. Dr.Wahidin Sudirohusodo sendiri adalah seorang alumni STOVIA yang sering berkeliling di kota-kota besar di Pulau Jawa untuk mengkampanyekan gagasannya mengenai bantuan dana bagi pelajar-pelajar pribumi berprestasi yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Gagasan ini akhirnya beliau kemukakan kepada pelajar-pelajar STOVIA di Jakarta, dan ternyata mereka menyambut baik gagasan mengenai organisasi tersebut dan dari sinilah awal perkembangan menuju keharmonisan bagi orang Jawa dan Madura.

Tujuan Berdirinya Organisasi Budi Utomo di Indonesia
Budi utomo sebagai organisasi pelajar yang baru muncul ini, secara samar-samar merumuskan tujuannya untuk kemajuan Hindia, dimana yang jangkauan gerak semulanya hanya terbatas pada Pulau Jawa dan Madura yang kemudian diperluas untuk penduduk Hindia seluruhnya dengan tidak memperhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin dan agama. Namun dalam perkembangannya terdapat perdebatan mengenai tujuan Budi Utomo, dimana Dr.Cipto Mangunkusumo yang bercorak politik dan radikal, Dr.Radjiman Wedyodiningrat yang cenderung kurang memperhatikan keduniawian serta Tirtokusumo (Bupati Karanganyar) yang lebih banyak memperhatikan reaksi dari pemerintah kolonial dari pada memperhatikan reaksi dari penduduk pribumi. 

Setelah perdebatan yang panjang, maka diputuskan bahwa jangkauan gerak Budi Utomo hanya terbatas pada penduduk Jawa dan Madura dan tidak akan melibatkan diri dalam kegiatan politik. Bidang kegiatan yang dipilihnya pendidikan dan budaya. Pengetahuan bahasa Belanda mendapat prioritas utama, karena tanpa bahasa itu seseorang tidak dapat mengharapakan kedudukan yang layak dalam jenjang kepegawaian kolonial. Dengan demikian Budi Utomo cenderung untuk memejukan pendidikan bagi golongan priyayi dari pada bagi penduduk pribumi pada umumnya. Slogan Budi Utomo berubah dari perjuangan untuk mempertahnkan penghidupan menjadi kemajuan secara serasi. Hal ini menunjukkan pengaruh golongan tua yang moderat dan golongan priyayi yang lebih mengutamakan jabatannya. (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto : 1984 : 178)

Perkembangan Organisasi Budi Utomo di Indonesia
Pancaran eksistensi Budi Utomo di Indonesia dibuktikan dengan diadakannya konggresnya yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Dalam waktu singkat Budi Utomo mengalami perubahan orientasi. Kalau semula orientasinya terbatas pada kalangan priyayi maka menurut edaran yang dimuat dalam Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 23 Juli 1908, Budi Utomo cabang Jakarta menekankan cara baru bagaimana memperbaiki kehidupan rakyat. 

Di dalam konggres tersebut menghasilkan beberapa keputusan,sebagai berikut :
1. Tidak mengadakan kegiatan politik
2. Bidang utama adalah pendidikan dan kebudayaan
3. Terbatas wilayah Jawa dan Madura
4. Mengangkat Raden Adipati Tirtokusumo (Bupati Karanganyar) sebagai ketua Budi Utomo.

Semenjak dipimpin oleh Raden Adipati Tirtokoesoemo, banyak anggota baru BU yang bergabung dari kalangan bangsawan dan pejabat kolonial, sehingga banyak anggota muda yang memilih untuk menyingkir. Dibawah kepengurusan generasi tua, kegiatan Budi Utomo yang awalnya terpusat di bidang pendidikan, sosial, dan budaya, akhirnya mulai bergeser di bidang politik. Strategi perjuangan BU juga ikut berubah dari yang awalnya sangat menonjolkan sifat protonasionalisme menjadi lebih kooperatif dengan pemerintah kolonial belanda.

Perkembangan selanjutnya merupakan periode yang paling lamban bagi Budi Utomo. Aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan majalah bulanan Goeroe Desa dan beberapa petisi, yang di buatnya kepada pemerintah berhubung dengan usaha meninggikan mutu sekolah menengah pertama. Tatkala kepemimpinan pengurus pusat makin melemah, maka cabang-cabang BU melakukan aktivitas sendiri yang tidak banyak hasilnya. Pemerintah yang mengawasi perkembangan BU sejak berdirinya, dengan penuh perhatian dan harapan akhirnya menarik kesimpulan bahwa pengaruh BU terhadap penduduk pribumi tidak begitu besar.

Pada tahun 1912 terjadi pergantian pemimpin dari Tirtokusumo ke tangan Pangeran Noto Dirodjo yang berusaha dengan sepenuh tenaga mengejar ketinggalan. Dengan ketua yang baru itu,perkembangan Budi Utomo tidak begitu pesat lagi. Hasil-hasil yang pertama di capainya yaitu perbaikan pengajaran di daerah kesultanan dan kasunanan. Budi utomo mendirikan organisasi darmoworo. Tetapi hasilnya tidak begitu pesat. Dalam masa kepemimpinannya terdapat dua organisasi nasional lainnya yaitu syarekat Islam dan Indische Partij. Kedua partai tersebut merupakan unsur-unsur yang tidak puas terhadap Budi Utomo.

Kekuatan Budi Utomo kembali bangkit sejak mulai pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914. Berdasarkan adanya kemungkinan intervemsi kekuasaan asing maka Budi Utomo melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dan yang pertama mengajukam gagasan wajib militer pribumi. Diskusi yang terjadi berturut-turut dalam pertemuan-pertemuan setempat justru menggeser perhatian rakyat dari soal wajib militer kearah soal perwakilan rakyat, sehingga dikirimlah ebuah misi kenegri Belanda oleh komite" Indie Weerbaar " untuk pertahanan India dalam tahun 1916-1917 yang merupakan pertanda masa yang amat berhasil bagi Budi Utomo. 

Dwidjosewoyo sebagai wakil Budi Utomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Belanda terkemuka keterangan menteri urusan jajahan tentang pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) yang waktu itu dibicarakan didalam dewan perwakilan rakyat Belanda, dimana ia menekankan badan itu akan dijadikan Dewan Perwakilan Rakyat yang nantinya akan menggembirakan anggota misi Budi Utomo. Undang-undang wajib militer gagal sebaliknya undang-undang pembentukan Volksraad disahkan pada bulan November 1914 .

Di dalam sidang Volksraad wakil-wakil Budi Utomo masih tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan politik pemerintah. Sebaliknua para anggota pribumi yang lebih radikal dan juga anggota sosialis Belanda di dalam Volksraad melaukan kritik terhadap pemerintah dengan memakai kesempatan adanya krisis bulan November 1918 di negeri Belanda mereka menuntut perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik negeri Belanda umumnya sampai akhirnya dibentuk sebuah komisi pada tahun 1919.

Reaksi Belanda terhadap berdirinya Organisasi Budi Utomo di Indonesia
Kehadiran Budi Utomo di Indonesia mengundang reaksi yang kurang enak dari orang Belanda yang tidak senang dengan kehadiran "si Molek " dan mengatakan bahwa orang Jawa makin banyak "cincong". (Prof.Dr.Suhartono : 2001 : 30)

Lain halnya menurut M.C.Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern yang menyebutkan bahwa Gubernur Jenderal van Heutsz yang menyambut baik Budi Utomo, sebagai tanda keberhasilan politik ethis yang menghendakaki adanya suatu organisasi pribumi yang progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju. Namun pejabat –pejabat Belanda lainnya mencurigai Budi Utomo yang dianggap sebagai gangguan yang potensial.

Penyebab ketidakhadiran Organisasi Budi Utomo dalam Lapangan Politik Indonesia
Mengapa Budi Utomo tidak langsung terjun ke lapangan politik seperti organisasi yang kemudian lahir? Rupanya Budi Utomo menempuh cara dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada waktu itu sehingga wajar jika Budi Utomo berorientasi pada kultural. Tindakan yang tepat ini berarti Budi Utomo tanggap terhadap politik kolonial yang sedang berlaku. Contohnya ialah bahwa pemerintah sudah memasang rambu Regeerings Reglement (RR) pasal 111 yang bertujuan membatasi hak untuk rapat dan berbicara, dengan perkataan lain adanya pembatasan hak berpolitik.

Sejarah Berdirinya Budi Utomo

Selama RR masih berlaku maka kegiatan Budi Utomo hanya terbatas pada bidang sosio-kultural. Ini merupakan bukti bahwa Budi Utomo selalu menyesuaikan diri dengan keadaan sehingga gerakan kultural lebih mewarnai kegiatan Budi Utomo pada fase awal. Kebudayaan sendiri dijunjung tinggi guna menghargai harkat diri agar mampu menghadapi kultur asing yang masuk. (Prof.Dr. Suhartono : 2001 : 32)

Penyebab berakhirnya Organisasi Budi Utomo di Indonesia
Pada dekade ketiga abad XX kondisi-kondisi sosio-politik makin matang dan Budi Utomo mulai mencari orientasi politik yang mantap dan mencari massa yang lebih luas. Kebijakan politik yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, khususnya tekanan terhadap pergerakan nasional maka Budi Utomo mulai kehilangan wibawa, sehingga terjadilah perpisahan kelompok moderat dan radikal dalam Budi Utomo. Selain itu juga, karena Budi Utomo tidak pernah mendapat dukungan massa, kedudukannya secara politik kurang begitu penting, sehingga pada tahun 1935 organisasi ini resmi dibubarkan. (M.C.Ricklefs : 1998 : 251)

Tujuan organisasi Budi Utomo tidak maksimal karena banyak hal, yaitu :
  1. Adanya kesulitan finansial.
  2. Adanya sikap Raden Adipati Tirtokusumo yang lebih memperhatikan kepentingan pemerintah kolonial dari pada rakyat.
  3. Lebih memajukan pendidikan kaum priyayi dibanding rakyat jelata.
  4. Keluarnya anggota dari gologan mahasiswa.
  5. Bahasa Belanda lebih menjadi prioritas utama dibandingkan dengan Bahasa Indonesia.
  6. Priyayi yang lebih mementingkan jabatan lebih kuat dibandingkan jiwa nasionalisnya.

Notes:
[1] Kartodirdjo Sartono, dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta : Depdikbud. hal 181
[2] Kartodirdjo Sartono, dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta : Depdikbud. hal 182
[3] Kartodirdjo Sartono, dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta : Depdikbud. hal 185
[4] Gonda dalam Akira Nagazumi, 1989: 58).

Daftar Pustaka
Suhartono. 2001. Sejarah pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908 - 1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ricklefs. 1998. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1984. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta : Balai Pustaka.